Kisah Si Putri Tidur Para Penulis

Photo of author
Written By Mega Humas FLP

FLPBali.org – Berkomitmen untuk konsisten menulis ternyata tidak semudah rutin minum air hangat saat bangun tidur. Meski sama-sama tentang membiasakan diri, tapi menulis seperti sesuatu yang lebih ‘sulit’.

Segala hal tentang mencari ide, riset, menyusun kata jadi kalimat lalu paragraf, sampai keberanian untuk menyebarkan tulisan jadi beberapa sebab musabab mundur penulis sebelum mencoba maju.

Hal itu juga yang kemarin Kak Mimin bicarakan dengan teman-teman FLP Bali. Sabtu, 17 September 2022 kami sepakat berkumpul dan membahas program kerja untuk 2 tahun ke depan.

Saat giliran Kak Mimin menyampaikan program kerja, point aktivasi media sosial jadi tugas pokok bagian Humas. Pertanyaan yang pertama kali Kak Mimin munculkan, Bagaimana mau aktivasi website (blog) tanpa ada bahan tulisan untuk diterbitkan?

Jadi, Kak Mimin kasih usul untuk para pengurus dan anggota supaya rutin mengisi tulisan, paling tidak satu tulisan per orang per bulannya. Sepertinya tidak sulit bagi mereka yang betul-betul berniat jadi penulis akan berusaha membuat satu tulisan itu.

Takut Reaksi Pembaca


Nah saat membahas rencana itu, ada temen Kak Mimin yang nyeletuk, “Gimana kalau tulisanku dikritik?”
Apalagi kritiknya bikin nyes hati, bisa-bisa jadi malas dan takut untuk menulis di kemudian hari.

Mendengar ucapannya, Kak Mimin jadi ingat buku yang berjudul “Kumpulan Dongeng untuk Penulis” karya Lawrence Schimel.

Sebuah buku yang isinya tentang dongeng-dongeng yang cukup familiar seperti Putri Salju, Sinderela, Putri Tidur, Rapuzel, Itik Buruk Rupa, Kerudung Merah, dan beberapa dongeng lainnya disajikan dalam bentuk konotasi mengandung makna kias yang dikorelasikan si penulis dengan dunia para penulis.

Si Putri Tidur

Dongeng Putri Tidur itu serupa seperti kekhawatiran teman Kak Mimin atas reaksi pembaca seperti kritik saat tulisannya dibaca orang.

Putri Tidur yang tidur membeku itu diibaratkan seperti seorang penulis yang kemudian tak lagi menulis setelah mendapat kritik tajam dari orang-orang di sekitarnya.

Kritik-kritik tajam itu berhasil menidurkan kreativitas keberanian, semangat si penulis untuk menuangkan wawasan, isi pikiran, bantahan, pendapatnya ke dalam bentuk tulisan.

Kemudian Si Putri Tidur menunggu datangnya pangeran mengecup kening untuk membangunkan tidur panjangnya. Seperti halnya penulis yang lama membeku menunggu datangnya pahlawan atau teman untuk kembali menyemangati, meyakinkannya untuk kembali menulis.

Padahal nyatanya, menunggu sesuatu yang tidak pasti hanyalah memangkas waktu tanpa arti. Bagaimana kalau dalam hidup Si Putri Tidur tak ada Pangeran yang datang, seperti halnya hidup Si Penulis yang tak kunjung kedatangan mereka yang menyemangati.

Pesan dari Si Putri Salju

Cepen lima paragrap ini mengajarkan Kak Mimin tentang pentingnya Si Penulis untuk kebal kritik. Tapi terbuka atas masukan yang setelah ditelaah justru membangun. Selalu berusaha meng-upgrade kualitas tulisan yang dihasilkan.

Gimana cara upgrade kualitas?
Cara paling jitu adalah dengan konsisten berlatih, berpikiran terbuka, juga rela menyediakan hati dan telinga mendengar segala tanggapan atas tulisannya.

Kritik Berarti Peduli

Yuk yakini kalau mereka yang mengkritik, adalah mereka yang peduli pada pertumbuhan kita.
Tidak sekadar memberi jempol, ucapan keren menginspirasi, tapi memberi sesuatu yang membantu kita semua ‘naik level’.

Akhirnya Kak Mimin dan teman-teman sepakati kalau kami para pengurus harus memberi contoh bagi anggota. Karena cara terbaik adalah meneladani. Seperti kata Miss Merry Riana idolanya Kak Mimin,

“Perlihatkan kemampuan kita, bukan hanya lewat kata-kata dan janji saja. Namun juga melalui hasil tindakan nyata.”

Leave a Comment